BUDAYA KOTA YOGYAKARTA
Dari berbagai banyaknya
pahlawan nasional Republik Indonesia salah satunya yaitu Dipanegara atau yang
biasa dikenal dengan gelar pangeran dipanegara (dalam bahasa jawa
diponegoro). Beliau lahir di Yogyakarta,
11 November 1785 dan
meninggal di Makassar, Sulawesi
Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun.
Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau
Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja
Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati.
Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta
Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama.
Tempat kelahiran pangeran
dipanegara atau Provinsi Yogyakarta ini disebut sebagai kota perjuangan, kota
pelajar, kota pariwisata selain itu provinsi ini juga kaya akan budaya atau
biasa dikenal dengan kota kebudayaan karena sangat terkenal memiliki kekayaan
yang beragam dan masih sangat kental dengan budaya jawanya dan juga kota ini
berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa
Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman
yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan
banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Tradisi disini juga masih dipertahankan
oleh masyarakat Yogyakarta umumnya. Bahkan setiap tahapan kehidupan mempunyai
arti tersendiri sehingga bagi masyarakat Yogyakarta seni dan budaya sudah
menjadi satu bagian yang tak dapat dipisahkan. Dibawah ini beberapa upacara –
upacara yang ada di Yogyakarta :
1.
Upacara Sekaten
Ketika jaman pemerintahan Rajan Hayam
Wuruk di Majapahit, perayaan semacam Sekaten yang disebut “SRDAAGUNG” itu sudah
ada. Perayaan yang menjadi tradisi kerajaan Majapahit
tersebut, berupa persembahan sesaji kepada para dewa,disertai dengan
mantra-mantra, sekaligus untuk menghormati arwah para leluhur. Pendapat
lainya menyatakan bahwa,kata SEKATEN,berasal dari bahasa Arab,yaitu
shadatain,yang berarti dua Syahadat atau kesaksian.Dua syahadat itu ialah
syahadat tauhid dan rasul.
2.
Upacara Garebeg
Upacara
Garebeg adalah upacara adat Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga
kali dalam satu tahun untuk memperingati hari besar Islam. Mengenai Istilah
Garebeg,ini berasal dari bahasa Jawa “Grebeg”, yang berarti “Di iringi para
pengikut”. Pengertian lain mengatakan bahwa Gunungan itu di perebutkan warga
masyarakat ang berarti di Grebeg atau Garebeg. Pelaksanaan upacara Tersebut bertepatan
dengan hari-hari besar Islam seperti Garebeg syawal, Garebeg Besar, Garebeg
Maulud.
3. Upacara Labuhan
Upacara
Labuhan (Laut),yaittu upacara melempar sesaji dan benda-benda Kraton kelaut
untuk di persembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Upacara tradisional Labuhan
bermula sejak jaman Panembahan Senopati di mataram Kotagede.Upacara tersebut
sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilanya dalam memimpin Kerajaan
Mataram Kota gede,yang masih tetap dilestarikan oleh para raja-raja Kesultanan
Yogyakarta.
Adapun Upacara Labuhan ini ada tiga jenis,yaitu Labuhan ageng, Labuhan Tengahan, Labuhan Alit.
Adapun Upacara Labuhan ini ada tiga jenis,yaitu Labuhan ageng, Labuhan Tengahan, Labuhan Alit.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
banyak sekali kesenian. Baik itu kesenian budaya seperti tari-tarian ataupun
seni kerajinan seperti batik, perak, dan wayang.
1. Batik
Kata batik berasal dari gabungan
dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna menulis dan titik yang bermakna
titik. Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain
itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan
menggunakan malam untuk
mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional,
teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan
teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki
kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan
budaya yang terkait, oleh UNESCO telah
ditetapkan sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya
Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces
of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 oktober
2009.
2. Perak
2. Perak
Kerajinan ini berpusat
di KotaGede, dimana hampir seluruh masyarakat di daerah ini menjadi pengrajin
dan penjual perak, banyak para wisatawan yang datang ke tempat ini bila hendak
membeli kerajinan perak.
3. Wayang
Para pengrajin maupun
pendalang sudah diwariskan secara turun temurun. Pengarajin wayang banyak
terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit
sapi atau kerbau, sehingga tidak mudah rusak dan awet. Wayang dikenal sejak zaman prasejarah
yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk
kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang
disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam
bentuk arca atau
gambar.
4. Tari gambyong
Tari gambyong adalah suatu tarian
yang disajikan untuk penyambutan tamu atau mengawali suatu resepsi perkawinan.
Tari gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan (tledhek)yang bernama si Gambyong
yang hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820). Sosok
penari ini dikenal sebagai seorang yang cantik jelita dan memiliki tarian yang
cukup indah. Tak heran, dia terkenal di seantero Surakarta dan terciptalah
nama Tari Gambyong.
Ciri khas pertunjukan
tari gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing pangkur.
Dalam
berkomunikasi masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa jawa yang digunakan
sehari – hari. Privinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa dari
sastra jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek,
sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon dan aksara jawa.
Sumber :
http://google.co.id
Nama : Ika nurjanah
NPM : 53412577
kelas : 1IA10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar