Kamis, 14 Maret 2013

budaya kota yogyakarta

BUDAYA KOTA YOGYAKARTA
Dari berbagai banyaknya pahlawan nasional Republik Indonesia salah satunya yaitu Dipanegara atau yang biasa dikenal dengan gelar pangeran dipanegara (dalam bahasa jawa diponegoro).  Beliau lahir di Yogyakarta, 11 November  1785  dan  meninggal di Makassar,  Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur  69 tahun.
Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama.
Tempat kelahiran pangeran dipanegara atau Provinsi Yogyakarta ini disebut sebagai kota perjuangan, kota pelajar, kota pariwisata selain itu provinsi ini juga kaya akan budaya atau biasa dikenal dengan kota kebudayaan karena sangat terkenal memiliki kekayaan yang beragam dan masih sangat kental dengan budaya jawanya dan juga kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Tradisi disini juga masih dipertahankan oleh masyarakat Yogyakarta umumnya. Bahkan setiap tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri sehingga bagi masyarakat Yogyakarta seni dan budaya sudah menjadi satu bagian yang tak dapat dipisahkan. Dibawah ini beberapa upacara – upacara yang ada di Yogyakarta :
1. Upacara Sekaten
Ketika jaman pemerintahan Rajan Hayam Wuruk di Majapahit, perayaan semacam Sekaten yang disebut “SRDAAGUNG” itu sudah ada. Perayaan yang menjadi tradisi    kerajaan Majapahit tersebut, berupa persembahan sesaji kepada para dewa,disertai dengan mantra-mantra, sekaligus untuk menghormati arwah para leluhur. Pendapat lainya menyatakan bahwa,kata SEKATEN,berasal dari bahasa Arab,yaitu shadatain,yang berarti dua Syahadat atau kesaksian.Dua syahadat itu ialah syahadat tauhid dan rasul.
2. Upacara Garebeg
Upacara Garebeg adalah upacara adat Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun untuk memperingati hari besar Islam. Mengenai Istilah Garebeg,ini berasal dari bahasa Jawa “Grebeg”, yang berarti “Di iringi para pengikut”. Pengertian lain mengatakan bahwa Gunungan itu di perebutkan warga masyarakat ang berarti di Grebeg atau Garebeg. Pelaksanaan upacara Tersebut bertepatan dengan hari-hari besar Islam seperti Garebeg syawal, Garebeg Besar, Garebeg Maulud.
3. Upacara Labuhan
Upacara Labuhan (Laut),yaittu upacara melempar sesaji dan benda-benda Kraton kelaut untuk di persembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Upacara tradisional Labuhan bermula sejak jaman Panembahan Senopati di mataram Kotagede.Upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilanya dalam memimpin Kerajaan Mataram Kota gede,yang masih tetap dilestarikan oleh para raja-raja Kesultanan Yogyakarta.
Adapun Upacara Labuhan ini ada tiga jenis,yaitu Labuhan ageng, Labuhan Tengahan, Labuhan Alit.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak sekali kesenian. Baik itu kesenian budaya seperti tari-tarian ataupun seni kerajinan seperti batik, perak, dan wayang.
1. Batik
Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna menulis dan titik yang bermakna titik. Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 oktober 2009.
2. Perak 
Kerajinan ini berpusat di KotaGede, dimana hampir seluruh masyarakat di daerah ini menjadi pengrajin dan penjual perak, banyak para wisatawan yang datang ke tempat ini bila hendak membeli kerajinan perak.
3. Wayang
Para pengrajin maupun pendalang sudah diwariskan secara turun temurun. Pengarajin wayang banyak terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, sehingga tidak mudah rusak dan awet. Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
4. Tari gambyong
Tari gambyong adalah suatu tarian yang disajikan untuk penyambutan tamu atau mengawali suatu resepsi perkawinan. Tari gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan (tledhek)yang bernama si Gambyong yang hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820). Sosok penari ini dikenal sebagai seorang yang cantik jelita dan memiliki tarian yang cukup indah. Tak heran, dia terkenal di seantero Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong. Ciri khas pertunjukan tari gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing pangkur.
Dalam berkomunikasi masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa jawa yang digunakan sehari – hari. Privinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa dari sastra jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek, sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon dan aksara jawa.


Sumber :
http://google.co.id


Nama : Ika nurjanah
NPM   : 53412577
kelas   : 1IA10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar