Jumat, 21 Juni 2013
BUDAYA SUMATRA UTARA
KEBUDAYAAN SUMATERA UTARA
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis
dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Sejak
dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia
Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan.
Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Pusat
penyebaran suku-suku di Sumatra Utara, sebagai berikut :
1.Suku
Melayu Deli : Pesisir Timur, terutama di kabupaten Deli Serdang, Serdang
Bedagai, dan Langkat
2.Suku
Batak Karo : Kabupaten Karo
3.Suku
Batak Toba : Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir
4.Suku
Batak Pesisir : Tapanuli Tengah, Kota Sibolga
5.Suku
Batak Mandailing/Angkola : Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas, dan Mandailing
Natal
6.Suku
Batak Simalungun : Kabupaten Simalungun
7.Suku
Batak Pakpak : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat
8.Suku
Nias : Pulau Nias
9.Suku
Minangkabau : Kota Medan, Pesisir barat
10.Suku
Aceh : Kota Medan
11.Suku
Jawa : Pesisir Timur & Barat
12.Suku
Tionghoa : Perkotaan pesisir Timur & Barat.
Bahasa yang dipergunakan
secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan
bahasa Indonesia karena kedekatan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia.
Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara,
Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu Dialek "O" begitu
juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di kabupaten Langkat masih
menggunakan bahasa Melayu Dialek "E" yang sering juga disebut bahasa
Maya-maya. Masih banyak keturunan Jawa Kontrak (Jadel - Jawa Deli) yang
menuturkan bahasa Jawa.
Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas 4 logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang Pesisir Pantai Barat Sumut, seperti Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah serta Aceh Singkil dan Natal Madina menggunakan Bahasa
Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas 4 logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang Pesisir Pantai Barat Sumut, seperti Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah serta Aceh Singkil dan Natal Madina menggunakan Bahasa
Musik yang biasa
dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan,
tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat
serangkaian alat musik yang dinamakan Sikambang.
Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Rumah adat suku bangsa Batak
bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di
Samosir. Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan
atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo
rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu
rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang
hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara. Bentuk rumah adat di daerah
Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri
dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon,balai bolon,jemur,pantangan balai
butuh dan lesung.
Bangunan khas Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat Pesisir Sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga
Bangunan khas Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat Pesisir Sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga
Perbendaharaan seni tari
tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian
sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping
tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya
ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari
tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut
Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan. Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan. Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.
Selain arsitektur,tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb.
Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah
hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain
merupakan lambang dari variasi kehidupan. Pada suku Pakpak ada tenunan yang
dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan
atau putih. Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya
warna dasar uis adalah biru tua dan kemerahan. Pada suku Pesisir ada tenunan
yang dikenal dengan nama Songket Barus.
Biasanya warna dasar
kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning Emas.
Jendral Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Memiliki pangkat Jenderal Bintang Lima.
Meninggal di Jakarta, 6 September 2000 dan memiliki agama Islam.
Jendral Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Memiliki pangkat Jenderal Bintang Lima.
Meninggal di Jakarta, 6 September 2000 dan memiliki agama Islam.
Sumber :
Nama :
Ika Nurjanah
NPM :
53412577
Kelas :
1IA10
Minggu, 02 Juni 2013
BUDAYA AMBON
BUDAYA AMBON
Pulau
Ambon adalah salah satu pulau yang ada di kepulauan Maluku atau provinsi
maluku. Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada di kawasan Maluku
selatan.
Penduduk
aslinya tinggal didaerah perbukitan atau perdalaman pulau tetapi penduduk pendatang
yang datang dari bugis, makasar, button, dan jawa biasanya tinggal didaerah
pinggir pantai.
Setiap
pulau dengan pulau yang lain memiliki perbedaan kebudayaan atau adat istiadat,
hal ini disebabkan oleh gejala “isolasi”.
Misalnya orang Tobaru dan Sou saling tidak mengetahui bahasa satu sama lainnya,
oleh sebab itu mereka terpaksa memakai bahasa pengantar Ternate. Setiap pulau
yang ada di pulau maluku telah mengembangkan kebudayaannya sendiri. Meskipun
kebudayaan mereka berbeda-beda tapi ada beberapa unsurnya yang sama.
Di
Ambon desa dinamakan dengan negeri yang
dikepalai oleh seorang Raja. Di dalam sebuah desa atau negeri terdapat beberapa
perkampungan yang di pimpin
oleh Aman. Di dalam sebuah
perkampungan terdiri dari bagian
kampung yang dipimpin oleh seorang Soa. Di dalam Soa terdapat beberapa rumah yang dipimpin oleh mata rumah. Pada zaman modern ini
bentuk desa demikian telah mulai hilang. Karena sewaktu mereka pindah dari
perdalaman ke dareah pesisir pantai kesatuan-kesatuan yang mereka adakan telah
berpencar dan tidak menemukan satu sama lain.
Rumah-rumah
yang biasa mereka tempati ialah rumah pangung. Rumah-rumah penduduk asli sangat
berbeda dengan penduduk yang datang, masyarakat islam dan masyarakat nasrani
yang tidak bertiang sejajar dengan tanah. Rumah kepala Soa biasanya selalu
dibangun dengan megah dan indah ala perumahan Eropa.
Dalam
system kemasyarakatan masyarakat Ambon mengambil system kekerabatan yang
bersifat ke-Ayahan “Patrilineal”.
Di dalam kekerabatan yang memegang peranan penting ada dua yaitu Mata rantai, mata rumah ini biasanya
bertugas mengatur perkawinan warganya secara “Exogami” dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah “dati” tanah milik kerabat
patrilineal. Family, family merupakan kesatuan terkecil dalam mata rumah.
Family ini berfungsi sebagai pengatur pernikahan klenya.
Perkawinan
dalam masyarakat Ambon merupakan urusan mata rumah dan family. Di dalam
masyarakat Ambon perkawinan di kenal dengan beberapa macam, diantaranya :
1. Kawin
minta ialah perkawinan yang terjadi
apabila seorang pemuda telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan istri,
maka pemuda in meminta pada mata rumah dan family untuk melamarnya. Sebelum
acara pelamaran para mata rumah dan family mengadakan rapat adat satu klen
dalam persiapan acara pelamaran.
2. Kawin
lari atau lari bini adalah system perkawinan yang paling lazim di lakukan
oleh masyarakat Ambon. Hal ini di karenakan oleh masyarakat Ambon lebih suka
jalan pendek, untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara adat.
3. Kawin
masuk atau kawin menua yaitu perkawinan yang pengantin laki-lakinya
tinggal di rumah pengantin perempuannya. Perkawinan ini terjadi apabila :
·
Kaum
kerabat si pengantin tidak dapat membayar maskawin secara adat.
·
Penganten
perempuan merupakan anak tunggal dalam keluarganya.
·
Karena
ayah dari pengaten laki-laki tidak setuju dengan perkawinan tersebut
Agama
yang dianut oleh masyarakat Ambon pada umumnya ialah Islam dan Nasrani.
Meskipun masyarakat Ambon telah beragama Islam dan Nasrani tetapi sisa-sisa
agama yang asli masih mereka anut. Mereka masih percaya akan adanya roh-roh
yang harus dihormatidan diberi makanminum, dan tempat tinggal, agar tidak
menganggu kehidupan manusia.
Acara adat yang berhubungan dengan
religi ialah :
1. Masuk Baileu ( Rumah Adat masyarakat Ambon ), Untuk masuk baileu orang harus melakukan upacara
lebih dahulu yaitu minta izin pada roh-roh yang ada di baileu. Dalam upacara ini, mauweng mengorbankan seekor sapi.
2. Cuci Negri, Di daerah jawa acara adat ini di kenal dengan bersih
desa. Dalam acara ini semua penduduk di wajibkan membersihkan rumah,
perkarangan, dan baileu. Upacara ini jika tidak dilakukan maka seluruh desa
bias kejangkitan penyakit atau panennya gagal.
3. Kain Berkat, Sebuh tradisi dalam pernikahan masyarakat Ambon,
yaitu pembayaran berupa kain putih dan minuman kerasa ( tuak ) oleh klen
pengaten laki-laki kepada klen pengaten perempuan. Jika tidak dilakukan maka
keluarga muda itu akan jadi sakit dan mati.
Organisasi-organisasi dalam system
kemasyarakatan Ambon ialah :
1. Patalima dan Patasiwa, Patalima
adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh kaum alifuru dari barat. Patasiwa
ialah sebauh organisasi yang didirikan oleh anggota Patalima yang pindah ke
daerah timur Ambon.
2. Jojaro dan Ngungare, Jojaro ialah
sebuah organisasi yang terdiri dari para pemudi yang belum menikah. Ngunare
adalah sebuah organisasi yang terdiri dari para pemuda Ambon yang belum
menikah.
3. Pela, Pela
berasal dari kata "Pila" yang berarti "buatlah sesuatu untuk
bersama". Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi
"pilatu", artinya adalah menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh
atau pecah. Tetapi juga ada yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela
yang berarti saling membantu atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini,
maka dapat dikatakana bahwa pela adalah suatu ikatan persaudaraan atau
kekeluargaan antara dua desa atau lebih dengan tujuan saling membantu atau
menolong satu dengan yang lain dan saling merasakan senasib penderitaan. Dalam
arti bahwa senang dirasakan bersama begitupun susah dirasakan bersama (Adat dan
Upacara Perkawinan Daerah Maluku, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1977/1978, hlm 27). Ikatan pela ini diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan
dengan cara minum darah yang diambil dari jari-jari tangan yang dicampur dengan
minuman keras lokal maupun dengan cara memakan sirih pinang.
Hubungan pela ini biasanya terjadi
karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala kampung atau desa, dalam
rangka saling membantu dan menolong satu sama lain. Dalam ikatan pela ini
memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat masing-masing pribadi yang
tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan itu
antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau saudara sekandung
dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya (op.cit., Cooley,
hlm184).
Jenis-Jenis Pela
o Pela Keras atau Pela Minum Darah. Disebabkan
karena pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin leluhur kedua belah
pihak dengan cara meminum darah yang diambil dari jari-jari mereka yang
dicampur dengan minuman keras lokal dari satu gelas. Hal ini memateraikan
sumpah persaudaraan untuk selama-lamanya. Pela ini biasanya atau umumnya adalah
hasil dari keadaan perang. Artinya bahwa setelah kedua kapitan dari dua desa
tersebut saling bertarung dan pada akhirnya tidak ada yang bisa saling
mengalahkan, maka diangkat sumpah untuk mengakhiri permusuhan itu. Sumpah itu dimaksudkan
untuk mengikat "persaudaraan darah" untuk selamanya. Sehingga dalam
perkembangannya jika yang satu mereka susah atau memerlukan bantuan, maka yang
lain harus membantu. Inilah komitmen yang sudah merupakan kewajiban ataupun
keharusan.Semua warga dari desa-desa yang angka pela ini tidak terlepas dari
tuntutan-tuntutan, antara lain : tidak boleh menikah, saling membantu dan
memikul beban. Pela keras ini biasa disebut juga dengan pela tuni ataupun pela
batu karang.
o Pela Lunak atau Pela Tampa Sirih. Jenis
pela ini tidak diikat dengan sumpah yang memaka idarah, tetapi hanya dengan
memakan sirih pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam situasi yang
mengundang untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin rebut ada
yang menolongnya. Ataupun juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi
atau bantuan tenaga dari satu desapada desa lain. Pela ini tidaklah keras,
karena tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
o Pela Ade Kaka. Pela jenis ini pada
umumnya merupakan hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara
dimana tadinya berpencar dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnyapela
saudara ini berlangsung antara kampung-kampung yang beragama kristen dan Islam.
Pela ini biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa walaupun ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanya mempunyai
hakekat yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang berlangsung
untuk selamanya karena diikat dengan sumpah darah.
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang
dilakukan setiap tahun antara desa yang telah sama-sama mengangkat sumpah dalam
ikatan pela untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pelayang terjadi pada
awalnya. Selain itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk
lebih menguatkan, mengukuhkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan.
Pada hakikatnya pela telah mengandung
unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam budaya pela itu sendiri dinyatakan
bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata kehidupan yang saling
merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi dengan melihat situasi
yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan ikatan pela oleh karena ikatan
agama yang begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai
kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti semua orang akan bertanya mengapa
ikatan persaudaraan yang begitu kuat mengikat hubungan antara desa yang satu
dengan yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh.
Bahasa
Melayu berasal dari Indonesia bagian barat (dulu disebut Nusantara bagian barat) dan telah berabad-abad
menjadi bahasa antarsuku di seluruh kepulauan nusantara. Sebelum bangsa
Portugis menginjakan kakinya di Ternate (Tahun 1512), bahasa Melayu telah ada
di Maluku dan dipergunakan sebagai bahasa perdagangan.
Bahasa
Melayu Ambon berbeda dari bahasa Melayu Ternate karena pada zaman dahulu
suku-suku di Ambon dan yang tentunya mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu
Ambon sangat berbeda dari suku-suku yang ada di Ternate. Setelah bahasa
Indonesia baku mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Maluku, maka ia mulai
mempengaruhi bahasa Melayu Ambon sehingga sejumlah kata diserap dari bahasa
Indonesia baku ke dalam bahasa Melayu setempat, tentu saja disesuaikan dengan
logat setempat. Sedangkan kebanyakan masyarakat Muslim Ambon masih mempunyai
bahasa daerah sendiri yang disebut bahasa tanah.
Struktur
Bahasa Melayu Ambon ini juga agak berbeda dengan Melayu pada umumnya, namun
lazim di Indonesia Timur. Struktur bahasanya sangat mirip dengan bahasa-bahasa
di Eropa. Seperti ini (kepemilikan) : Beta pung buku = Buku saya = My book, Susi
pung kaka = Kakak susi = Susi's brother/sister, Ahmad ada pi ka Tulehu = Ahmad
sedang pergi ke Tulehu, Ada orang dapa bunuh di kusu-kusu = ada orang dibunuh
di Alang-alang, Katong jaga tinggal disini sa = kami tetap tinggal disini saja
Kemudian
lafal juga mengalami nasalisasi terutama pada akhiran 'n'. Seperti berikut :
makang (makan), badiang (diam), jang (jangan), ikang (ikan), lawang (lawan) dan sebagainya. Untuk kata ganti orang adalah
sebagai berikut : Beta (saya), ose (kamu) (dibeberapa daerah dikatakan 'os',
atau 'se') - asal dari kata 'voce' Portugis, dia, katong (kependekan dari kita
orang/ kita), dorang (kependekan dari dia orang /atau mereka), kamong atau
kamorang (kamu orang/ kalian).
Di ambon juga ada panggilan sosial seperti
: Babang/ abang (kakak laki-laki : dipakai kalangan Muslim), Caca (kakak
perempuan: Muslim), Usy (kakak perempuan Kristen), Broer/ bung/ bu (kakak
laki-laki dipakai kalangan Kristen), Nyong (netral), Bapa Raja (kepala desa)
Pattimura(atau Thomas Matulessy)
(lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal
di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817
pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan
merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Sumber :
Nama :
Ika Nurjanah
NPM :
53412577
Kelas : 1IA10
.
Langganan:
Postingan (Atom)