BUDAYA AMBON
Pulau
Ambon adalah salah satu pulau yang ada di kepulauan Maluku atau provinsi
maluku. Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada di kawasan Maluku
selatan.
Penduduk
aslinya tinggal didaerah perbukitan atau perdalaman pulau tetapi penduduk pendatang
yang datang dari bugis, makasar, button, dan jawa biasanya tinggal didaerah
pinggir pantai.
Setiap
pulau dengan pulau yang lain memiliki perbedaan kebudayaan atau adat istiadat,
hal ini disebabkan oleh gejala “isolasi”.
Misalnya orang Tobaru dan Sou saling tidak mengetahui bahasa satu sama lainnya,
oleh sebab itu mereka terpaksa memakai bahasa pengantar Ternate. Setiap pulau
yang ada di pulau maluku telah mengembangkan kebudayaannya sendiri. Meskipun
kebudayaan mereka berbeda-beda tapi ada beberapa unsurnya yang sama.
Di
Ambon desa dinamakan dengan negeri yang
dikepalai oleh seorang Raja. Di dalam sebuah desa atau negeri terdapat beberapa
perkampungan yang di pimpin
oleh Aman. Di dalam sebuah
perkampungan terdiri dari bagian
kampung yang dipimpin oleh seorang Soa. Di dalam Soa terdapat beberapa rumah yang dipimpin oleh mata rumah. Pada zaman modern ini
bentuk desa demikian telah mulai hilang. Karena sewaktu mereka pindah dari
perdalaman ke dareah pesisir pantai kesatuan-kesatuan yang mereka adakan telah
berpencar dan tidak menemukan satu sama lain.
Rumah-rumah
yang biasa mereka tempati ialah rumah pangung. Rumah-rumah penduduk asli sangat
berbeda dengan penduduk yang datang, masyarakat islam dan masyarakat nasrani
yang tidak bertiang sejajar dengan tanah. Rumah kepala Soa biasanya selalu
dibangun dengan megah dan indah ala perumahan Eropa.
Dalam
system kemasyarakatan masyarakat Ambon mengambil system kekerabatan yang
bersifat ke-Ayahan “Patrilineal”.
Di dalam kekerabatan yang memegang peranan penting ada dua yaitu Mata rantai, mata rumah ini biasanya
bertugas mengatur perkawinan warganya secara “Exogami” dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah “dati” tanah milik kerabat
patrilineal. Family, family merupakan kesatuan terkecil dalam mata rumah.
Family ini berfungsi sebagai pengatur pernikahan klenya.
Perkawinan
dalam masyarakat Ambon merupakan urusan mata rumah dan family. Di dalam
masyarakat Ambon perkawinan di kenal dengan beberapa macam, diantaranya :
1. Kawin
minta ialah perkawinan yang terjadi
apabila seorang pemuda telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan istri,
maka pemuda in meminta pada mata rumah dan family untuk melamarnya. Sebelum
acara pelamaran para mata rumah dan family mengadakan rapat adat satu klen
dalam persiapan acara pelamaran.
2. Kawin
lari atau lari bini adalah system perkawinan yang paling lazim di lakukan
oleh masyarakat Ambon. Hal ini di karenakan oleh masyarakat Ambon lebih suka
jalan pendek, untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara adat.
3. Kawin
masuk atau kawin menua yaitu perkawinan yang pengantin laki-lakinya
tinggal di rumah pengantin perempuannya. Perkawinan ini terjadi apabila :
·
Kaum
kerabat si pengantin tidak dapat membayar maskawin secara adat.
·
Penganten
perempuan merupakan anak tunggal dalam keluarganya.
·
Karena
ayah dari pengaten laki-laki tidak setuju dengan perkawinan tersebut
Agama
yang dianut oleh masyarakat Ambon pada umumnya ialah Islam dan Nasrani.
Meskipun masyarakat Ambon telah beragama Islam dan Nasrani tetapi sisa-sisa
agama yang asli masih mereka anut. Mereka masih percaya akan adanya roh-roh
yang harus dihormatidan diberi makanminum, dan tempat tinggal, agar tidak
menganggu kehidupan manusia.
Acara adat yang berhubungan dengan
religi ialah :
1. Masuk Baileu ( Rumah Adat masyarakat Ambon ), Untuk masuk baileu orang harus melakukan upacara
lebih dahulu yaitu minta izin pada roh-roh yang ada di baileu. Dalam upacara ini, mauweng mengorbankan seekor sapi.
2. Cuci Negri, Di daerah jawa acara adat ini di kenal dengan bersih
desa. Dalam acara ini semua penduduk di wajibkan membersihkan rumah,
perkarangan, dan baileu. Upacara ini jika tidak dilakukan maka seluruh desa
bias kejangkitan penyakit atau panennya gagal.
3. Kain Berkat, Sebuh tradisi dalam pernikahan masyarakat Ambon,
yaitu pembayaran berupa kain putih dan minuman kerasa ( tuak ) oleh klen
pengaten laki-laki kepada klen pengaten perempuan. Jika tidak dilakukan maka
keluarga muda itu akan jadi sakit dan mati.
Organisasi-organisasi dalam system
kemasyarakatan Ambon ialah :
1. Patalima dan Patasiwa, Patalima
adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh kaum alifuru dari barat. Patasiwa
ialah sebauh organisasi yang didirikan oleh anggota Patalima yang pindah ke
daerah timur Ambon.
2. Jojaro dan Ngungare, Jojaro ialah
sebuah organisasi yang terdiri dari para pemudi yang belum menikah. Ngunare
adalah sebuah organisasi yang terdiri dari para pemuda Ambon yang belum
menikah.
3. Pela, Pela
berasal dari kata "Pila" yang berarti "buatlah sesuatu untuk
bersama". Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi
"pilatu", artinya adalah menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh
atau pecah. Tetapi juga ada yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela
yang berarti saling membantu atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini,
maka dapat dikatakana bahwa pela adalah suatu ikatan persaudaraan atau
kekeluargaan antara dua desa atau lebih dengan tujuan saling membantu atau
menolong satu dengan yang lain dan saling merasakan senasib penderitaan. Dalam
arti bahwa senang dirasakan bersama begitupun susah dirasakan bersama (Adat dan
Upacara Perkawinan Daerah Maluku, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1977/1978, hlm 27). Ikatan pela ini diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan
dengan cara minum darah yang diambil dari jari-jari tangan yang dicampur dengan
minuman keras lokal maupun dengan cara memakan sirih pinang.
Hubungan pela ini biasanya terjadi
karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala kampung atau desa, dalam
rangka saling membantu dan menolong satu sama lain. Dalam ikatan pela ini
memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat masing-masing pribadi yang
tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan itu
antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau saudara sekandung
dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya (op.cit., Cooley,
hlm184).
Jenis-Jenis Pela
o Pela Keras atau Pela Minum Darah. Disebabkan
karena pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin leluhur kedua belah
pihak dengan cara meminum darah yang diambil dari jari-jari mereka yang
dicampur dengan minuman keras lokal dari satu gelas. Hal ini memateraikan
sumpah persaudaraan untuk selama-lamanya. Pela ini biasanya atau umumnya adalah
hasil dari keadaan perang. Artinya bahwa setelah kedua kapitan dari dua desa
tersebut saling bertarung dan pada akhirnya tidak ada yang bisa saling
mengalahkan, maka diangkat sumpah untuk mengakhiri permusuhan itu. Sumpah itu dimaksudkan
untuk mengikat "persaudaraan darah" untuk selamanya. Sehingga dalam
perkembangannya jika yang satu mereka susah atau memerlukan bantuan, maka yang
lain harus membantu. Inilah komitmen yang sudah merupakan kewajiban ataupun
keharusan.Semua warga dari desa-desa yang angka pela ini tidak terlepas dari
tuntutan-tuntutan, antara lain : tidak boleh menikah, saling membantu dan
memikul beban. Pela keras ini biasa disebut juga dengan pela tuni ataupun pela
batu karang.
o Pela Lunak atau Pela Tampa Sirih. Jenis
pela ini tidak diikat dengan sumpah yang memaka idarah, tetapi hanya dengan
memakan sirih pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam situasi yang
mengundang untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin rebut ada
yang menolongnya. Ataupun juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi
atau bantuan tenaga dari satu desapada desa lain. Pela ini tidaklah keras,
karena tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
o Pela Ade Kaka. Pela jenis ini pada
umumnya merupakan hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara
dimana tadinya berpencar dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnyapela
saudara ini berlangsung antara kampung-kampung yang beragama kristen dan Islam.
Pela ini biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa walaupun ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanya mempunyai
hakekat yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang berlangsung
untuk selamanya karena diikat dengan sumpah darah.
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang
dilakukan setiap tahun antara desa yang telah sama-sama mengangkat sumpah dalam
ikatan pela untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pelayang terjadi pada
awalnya. Selain itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk
lebih menguatkan, mengukuhkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan.
Pada hakikatnya pela telah mengandung
unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam budaya pela itu sendiri dinyatakan
bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata kehidupan yang saling
merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi dengan melihat situasi
yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan ikatan pela oleh karena ikatan
agama yang begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai
kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti semua orang akan bertanya mengapa
ikatan persaudaraan yang begitu kuat mengikat hubungan antara desa yang satu
dengan yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh.
Bahasa
Melayu berasal dari Indonesia bagian barat (dulu disebut Nusantara bagian barat) dan telah berabad-abad
menjadi bahasa antarsuku di seluruh kepulauan nusantara. Sebelum bangsa
Portugis menginjakan kakinya di Ternate (Tahun 1512), bahasa Melayu telah ada
di Maluku dan dipergunakan sebagai bahasa perdagangan.
Bahasa
Melayu Ambon berbeda dari bahasa Melayu Ternate karena pada zaman dahulu
suku-suku di Ambon dan yang tentunya mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu
Ambon sangat berbeda dari suku-suku yang ada di Ternate. Setelah bahasa
Indonesia baku mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Maluku, maka ia mulai
mempengaruhi bahasa Melayu Ambon sehingga sejumlah kata diserap dari bahasa
Indonesia baku ke dalam bahasa Melayu setempat, tentu saja disesuaikan dengan
logat setempat. Sedangkan kebanyakan masyarakat Muslim Ambon masih mempunyai
bahasa daerah sendiri yang disebut bahasa tanah.
Struktur
Bahasa Melayu Ambon ini juga agak berbeda dengan Melayu pada umumnya, namun
lazim di Indonesia Timur. Struktur bahasanya sangat mirip dengan bahasa-bahasa
di Eropa. Seperti ini (kepemilikan) : Beta pung buku = Buku saya = My book, Susi
pung kaka = Kakak susi = Susi's brother/sister, Ahmad ada pi ka Tulehu = Ahmad
sedang pergi ke Tulehu, Ada orang dapa bunuh di kusu-kusu = ada orang dibunuh
di Alang-alang, Katong jaga tinggal disini sa = kami tetap tinggal disini saja
Kemudian
lafal juga mengalami nasalisasi terutama pada akhiran 'n'. Seperti berikut :
makang (makan), badiang (diam), jang (jangan), ikang (ikan), lawang (lawan) dan sebagainya. Untuk kata ganti orang adalah
sebagai berikut : Beta (saya), ose (kamu) (dibeberapa daerah dikatakan 'os',
atau 'se') - asal dari kata 'voce' Portugis, dia, katong (kependekan dari kita
orang/ kita), dorang (kependekan dari dia orang /atau mereka), kamong atau
kamorang (kamu orang/ kalian).
Di ambon juga ada panggilan sosial seperti
: Babang/ abang (kakak laki-laki : dipakai kalangan Muslim), Caca (kakak
perempuan: Muslim), Usy (kakak perempuan Kristen), Broer/ bung/ bu (kakak
laki-laki dipakai kalangan Kristen), Nyong (netral), Bapa Raja (kepala desa)
Pattimura(atau Thomas Matulessy)
(lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal
di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817
pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan
merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Sumber :
Nama :
Ika Nurjanah
NPM :
53412577
Kelas : 1IA10
.
lumayan
BalasHapusPostingannya sangat lengkap sekali..
BalasHapusIni bisa jadi inspirasi buat saya yang aktif di Wedding Organizer.. Terimakasih
Lom tau ambon ,mo ke sana jauh bngt .
BalasHapusDewis Wedding Iya sama sama :)
BalasHapusmakasi beta trinspirasi deng sodara pung posting...
BalasHapus